Rabu, 24 Oktober 2012

Perencanaan dan Strategi Pengembangan Produk Pariwisata Dare


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan sektor industri pariwisata di dunia umumnya dan di Timor Leste khususnya telah berkembang kurang begitu pesat. Perkembangan industri tersebut tidak hanya berdampak pada peningkatan penerimaan devisa negara, namun pada Kenyataannya pariwisata dapat memperluas kesempatan berusaha dan memberikan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dalam rangka mengurangi permasalahan pengangguran. Tiap tahun angka kunjungan wisatawan mancanegara di Timor Leste teruss mengalami peningkatan, sehingga telah menyebabkan terjadinya berbagai perubahan global sebagai akibat dari perkembangan dunia pariwisata, baik perubahan pola, bentuk dan sifat kegiatan, dorongan orang untuk melakukan perjalanan wisata, cara berfikir, maupun sifat perkembangan itu sendiri.
Pada banyak negara maju, industri pariwisata sudah bukan isu yang baru lagi, bahkan banyak orang melakukan perjalanan wisata sebagai kebutuhan hidup setiap manusia yang semata-mata untuk mencari relaksisasi, rasa ingin tahu, mengunjungi sahabat/keluarga, pengalaman dan hiburan untuk melepaskan segala kelelahan dan rasa bosan sebagai dampak dari segala kegiatan rutinitas sehari-hari. Seiring dengan perkembangan sektor kepariwisataan secara global serta peningkatan arus kunjungan wisatawan internasional, maka secara tidak langsung telah berdampak kepada kebutuhan penyediaan segala komponen atau produk-produk pariwisata.
Tabel 01. Total wisatawan di Timor Leste Sesuai data DNS (Diresaun nacional do turismo)


Dilihat dari table kunjungan wisatawan mancanegara di atas maka Penyediaan produk-produk pariwisata (supply side) dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang mencakup penyediaan sarana dan prasarana alat transportasi, akomodasi, agen perjalanan, makanan dan minuman, tour operator, pramuwisata dan barang souvenir wisata lainnya. Untuk mendukung industri pariwisata, khususnya dalam rangka penyediaan seluruh komponen industri pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, maka perlu dilakukan suatu perencanaan yang baik dan terpadu dengan melibatkan seluruh unsur terkait atau stakeholder, seperti pemerintah, tenaga ahli pariwisata, masyarakat setempat (yang terlibat dalam usaha wisata) dan para pemangku kepentingan lainnya. Perencanaan penyediaan produk-produk wisata tersebut tidak hanya akan berdampak positif dalam rangka menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata (DTW), namun juga untuk memotivasi para pelaku industri pariwisata untuk lebih innovatif, kreatif dan menciptakan nilai tambah (value added) terhadap berbagai produk atau pelayanan (services) yang akan diberikan kepada para wisatawan yang akan berkunjung.
Seperti yang dikemukakan oleh Getz (1987:93) dan Page (1995) terdapat lima pendekatan dalam mengembangkan pariwisata, antara lain:
1.      Bossterm yaitu: suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai suatu atribut positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Namun masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah tidak dipertimbangkan secara matang.
2.      The economic-industry approach (pendekatan ekonomi-industri) yaitu: pendekatan pengembangan pariwisata yang tujuan ekonominya lebih didahulukan dari tujuan social dan lingkungan dan menjadikan pengalaman pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai sasaran utama.
3.      The physical-spatial approach (pendekatan fisik-keruangan), yaitu: pendekatan ini didasarkan pada tradisi penggunaan lahan geografis.Strategi pengembangannya berdasarkan perencanaan yang berbeda-beda melalui prinsip-prinsip keruangan (spatial). Misalnya pengelompokan pengunjung di satu kawasan dan pemecahan-pemecahan tersebut untuk menghindari kemungkinan terjadinya konflik. Hanya saja kekurangan dari pendekatan ini adalah kurang mempertimbangkan dampak sosial dan kultur dari pengembangan wisata.
4.      The community approach (pendekatan kerakyatan), yaitu: pendekatan ini lebih menekankan pada pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat di dalam proses pengembangan pariwisata. Pendekatan ini menganggap pentingnya suatu pedoman pengembangan pariwisata yang dapat diterima secara sosial (socially acceptable). Pendekatan yang dilakukan adalah menekankan pentingnya manfaat sosial dan cultural bagi masyarakat lokal secara bersama-sama termasuk di dalamnya pertimbangan ekonomi dan lingkungan.
5.      Sustainable approach (pendekatan keberlanjutan), yaitu: pendekatan berkelanjutan dan berkepentingan atas masa depan yang panjang serta atas sumber daya dan efekefek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mengkin menyebabkan gangguan cultural dan sosial yang memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya hidup individual
Dari kelima tersebut yang menjadi focus pengembangan kepariwisataan Desa dare ini adalah pendekatan pariwisata kerakyatan (the community approach). Pariwisata kerakyatan merupakan sebuah bentuk pengembangan yang berpihak kepada masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Masyarakat, khususnya masyarakat local ikut berperan serta dalam setiap pengembangan yang dilakukan di daerahnya. Menurut Subagyo (1991) kehidupan desa sebagai tujuan wisata adalah desa sebagai obyek sekaligus juga sebagai subyek dari kepariwisataan yaitu sebagai penyelenggara sendiri dari berbagai aktifitas kepariwisataan, dan hasilnya akan dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung. Oleh karena itu peran aktif dari masyarakat sangat menentukan kelangsungan kegiatan pedesaan ini (Suryasih, 2003:18).
Dilihat dari perspektif kehidupan masyarakatnya, pariwisata pedesaan merupakan suatu bentuk pariwisata dengan obyek dan daya tarik berupa kehidupan desa yang memiliki ciri-ciri khusus dalam masyarakatnya, panorama alamnya, dan budayanya, sehingga mempunyai peluang untuk dijadikan komoditi bagi wisatawan, khususnya wisatawan asing (Suryasih, 2003: 18). Pendekatan dasar yang sering dipergunakan dalam perencanaan pengembangan obyek daya tarik wisata pedesaan adalah menggunakan pendekatan kerakyatan (community approach/ community based) dan environment planning (Marpaung, 2000: 49). Hal ini disebabkan karena masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan demikian masyarakat dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi serta mencegah terjadinya urbanisasi (Mendra, 2005).
Denga semua penjelasan mengenai pentingnya suatu planning dalam mengembangkan suatu desa dengan mengunakan pendekatan kemasyarakatan maka dapat menfasilitsi masyarakat dimana masyarakat sendiri yang akan menjadi objek dan subyek dari pada pengembangan tersebut. Oleh karena itu,maka menarik penulis untuk mengambil Judul “Perencanaan Produk wisata ungulan untuk menciptakan pariwisata berkelanjutan dan berwawasan linkungan di Suco dare” guna menidentifikasi serta meneliti produk-produk yang ada di suco tersebut guna melakukan planning agar produk-produk tersebut menjadi produk ungulan
Dimana,di Suco tersebut terdapat total populasi 3030 dengan Luas Wilayah 20,15km dan terdapat jumlah KK (Kepala Keluarga) 560 dari total Laki-laki 1565 dan Perempuan 1465 Dengan mata pencaharian Rata-rata Agrikultor (65%) dan mata pencaharian lain seperti bekerja di Instansi Pemerintahan dan swasta dengan total 35%. untu itu dilihat dari, beberapa segi di atas maka perlunya suatu perencanaan guna mengembangkan produk-produk pariwisata yang terdapat di Desa tersebut sebagai upaya untuk mengurangi Penganguran yang terjadi di tempat tersebut serta melestarikan produk-produk wisata tersebut guna bisa dikenal dan diingginkan oleh wistawan,lebih-lebih wisatawan mancanegara
1.2 Perumusan Masalah
Dalam Penelitian ini, peneliti mengambarkan masalah yang akan dilakukan penelitian yakni antara lain:
a.       Bagaimana perencanaan pengembangan produk pariwisata di dare
b.      Bagaimana strategi yang digunakan guna menjadikan produk-produk tersebut sebagai produk ungulan
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti pun membatasi ruang gerak penelitian yakni: dalam review literature,Peneliti hanya mengunakan literature-literature mengenai perencanaan pengembangan produk pariwisata. Sedangkan dilain hal,peneliti pun hanya melakukan penelitian di Suco Dare,Sub-District Vera-Cruz,District Dili
1.4 tujuan penelitian
Tujuan dari pada penelitian ini yaitu; dengan menidentifikasi produk-produk pariwisata yang ada di Suco Dare, serta untuk menyusun perencanaan pengembangan pada produk-produk tersebut guna merekomendasikan ke pihak-pihak terkait untuk melakukan pengembangan agar produk-produk tersebut dapat sebagai produk ungulan yang berkenlanjutan serta berwawasan linkungan
1.5 manfaat Penelitian
Manfaat dari pada penelitian ini yakni:
a.       Bagi Kaum Praktisi: dapat berguna sebagai referensi guna melakukan pengembangan pada objek wisata yang terdapat di Desa Dare serta sebagai referensi guna melakukan pengembangan di Desa Lain yang mana berkaitan
b.      Bagi Kaum Akademisi: dapat digunakan sebagai referensi bacaan serta sebagai bahan guna melakukan penelitian-penelitian lain di hari yang akan dating.
c.       Bagi masyarakat: sebagai bahan Informasi dan sebagai bahan untuk mendayakan masyarakat sendiri untuk tetap menjaga serta membuka pikiran atau filosofi masyarakat dalam berpartisipasi pengembangan atau penbangunan yang terjadi di Suco tersebut
1.6 Sistematik Penulisan
 

BAB II
REVIEW LITERATURE
2.1 Descripsi Konsep Pengembangan Produk Pariwisata
Tulisan ini akan membahas tentang perlunya suatu proses perencanaan terhadap pengembangan industri pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata (DTW), khususnya perencanaan terhadap berbagai produk serta pelayanan wisata (tourist-related products) yang akan dibutuhkan oleh para wisatawan dalam rangka mengembangkan suatu industri wisata. Produk-produk wisata tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori: atraksi wisata (tourist attractions) dan industri wisata (tourist industry).
2.1.1 Pentingnya Perencanaan Pariwisata
Suatu kegiatan pembangunan yang dilakukan melalui perencanaan yang baik tentu akan menghasilkan manfaat yang besar dan dapat memperkecil segala resiko dan dampak negatif yang muncul dan tidak diinginkan. Perencanaan dalam pengembangan pariwisata sebagai suatu industri jasa dianggap sangat penting, sehingga perencanaan yang telah dirumuskan akan menghasilkan sasaran yang diinginkan, baik ditinjau secara ekonomi, sosial-budaya, lingkungan dan politis (A. Yoeti, Oka, 1997).
Sangat disadari bahwa pengembangan pariwisata sebagai suatu industri strategis memerlukan investasi yang sangat besar, seperti perbaikan aksesibilitas (jembatan, dan jalan) dari dan ke daerah tujuan wisata, pembangunan hotel dengan segala fasilitas yang dibutuhkan oleh para wisatawan, jaringan angkutan wisata (darat, laut dan udara) yang perlu diperluas, pembangkit tenaga listrik yang perlu ditingkatkan, penyediaan air bersih yang harus diciptakan, sarana dan jaringan komunikasi yang perlu diperluas, SDM para pelaku bisnis pariwisata yang perlu ditingkatkan, promosi, pemasaran produk-produk pariwisata unggulan ke dalam dan luar negeri yang perlu ditingkatkan dan kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan suatu daerah wisata. Bagaimanapun, semua kegiatan pembangunan tersebut memerlukan dana investasi yang tidak kecil. Dalam upaya menghindari terjadinya pemborosan keuangan, maka diperlukan suatu strategi dalam bentuk perencanaan yang matang yang didukung oleh para perencana atau tenaga ahli (tenaga profesional) di bidangnya serta ketersediaan waktu dan dana yang memadai.
Lebih lanjut, pertumbuhan aktifitas industri pariwisata yang tidak terkendali sebagai akibat dari perencanaan yang tidak baik, maka akan menimbulkan permasalahan besar serta dampak sosial budaya bagi masyarakat setempat. Lokasi hotel yang tidak strategis atau bangunan hotel yang begitu tinggi tanpa menghiraukan estetika dan nilai-nilai budaya lokal, poster iklan yang merusak pemandangan dan lingkungan setempat, pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya, pengotoran pantai sebagai akibat jumlah kunjungan wisatawan yang tidak terkendali merupakan beberapa fenomena kecil yang akan mudah ditemukan bila pembangunan industri pariwisata tidak didasarkan pada suatu pengkajian dan perencanaan yang sistematis dan strategis.
Dengan demikian, dalam pengembangan pariwisata sebagai suatu industri, perlu mempertimbangkan segala aspek tanpa terkecuali karena diakui bahwa pariwisata sebagai suatu industri yang berkembang pesat tidak dapat berdiri sendiri, namun berkaitan erat dengan beberapa aspek penting lainnya, seperti aspek ekonomi, sosial budaya yang hidup dalam masyarakat dan lingkungan setempat. Bila pengembangan tersebut tidak terarah, maka bukan manfaat yang akan diterima, melainkan perbenturan sosial budaya dan kepentingan. Dengan demikian, semua pihak akan merasa dirugikan, khususnya masyarakat yang hidup dari kegiatan industri pariwisata, wisatawan yang berkunjung dan selanjutnya akan mematikan seluruh kegiatan industri pariwisata yang sudah lama dibina. Pembuatan Master Plan atau Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) yang diperkuat dengan undang-undang atau qanun-qanun daerah (Perda) dan perlu direncanakan secara bertahap dalam dokumen perencanaan daerah jangka pendek, menengah dan panjang (RPJM dan RPJP) serta dengan melibatkan seluruh unsur terkait, khususnya masyarakat setempat merupakan solusi yang terbaik serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sumarwoto, J. (1997) menegaskan bahwa ”keterlibatan masyarakat lokal secara aktif memiliki peran strategis dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan”. Beberapa spek penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan perencanaan pariwisata:
1.      Wisatawan (Tourists):Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik wisatawan yang akan datang untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata, seperti asal negara, status perkawinan, jenis kelamin, anak muda atau orang tua, pelajar, mahasiswa, pengusaha atau pegawai biasa, kesukaannya, individu, kelompok, pasangan muda-mudi atau keluarga, pada musim apakah mereka cenderung datang, dll.
2.       Transportasi (Transportations):Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana kesiapan sarana dan prasarana sistem transportasi, baik dari bandara udara, pelabuhan laut atau terminal ke tempat daerah tujuan wisata (DTW). Ketersediaan transportasi lokal juga perlu diperhatikan untuk memudahkan aksesibilitas dan mobilitas para wisatawan.
3.      Atraksi/Objek Wisata (Attractions): Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana ketersediaan atraksi/objek wisata (attractions) yang akan dijual telah memenuhi 3 (tiga) syarat dibawah ini:
Apa yang akan dilihat (something to see)
Apa yang akan dilakukan (something to do)
Apa yang akan dibeli (something to buy)
Fasilitas Pelayanan (Services Facilities)
Jenis dan bagaimana fasilitas pendukung yang tersedia di daerah tujuan wisata (DTW) tersebut yang terdiri: akomodasi, restauran, fasilitas pelayanan umum (perbankan, penukaran mata uang asing/money changer, kantor pos, fasilitas telepon/telek/faksimil, internet), dll.
4.      Informasi dan Promosi (Informations)
Perlu diperhatikan secara sistematis dan profesional mengenai penyebaran informasi dan promosi daerah tujuan wisata kepada para wisatawan manca negara dan nusantara dalam bentuk leaflet/booklet/brosur atau melalui promosi iklan, media cetak, media elektronik atau pembuatan website wisata yang dapat diakses langsung oleh calon wisatawan melalui fasilitas Internet.  Kelima aspek tersebut saling berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, sehingga memerlukan perhatian secara serius oleh para perencana pariwisata.
2.1.2        Pengembangan Produk Objek dan Atraksi Wisata
Pengembangan suatu produk pada dasarnya adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan direncanakan secara matang untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan atau menambah jenis produk-produk baru yang akan dihasilkan sesuai dengan perkembangan waktu.  Umumnya suatu produk baru yang dihasilkan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen (tourist). Jadi produk tersebut harus dapat dipasarkan dan dapat diterima oleh pasar. Agar produk baru tersebut dapat diterima oleh pasar, maka perlu dilakukan suatu penelitian pasar (market research) atau analisa pasar (market analysis). Dengan demikian, setiap produk yang dihasilkan telah dipertimbangkan secara matang dan objektif. Di samping itu, juga diperlukan modifikasi produk-produk lama untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan pasar yang cenderung berubah-berubah. Dengan kata lain, mungkin saja produk yang telah lama dipasarkan telah mengalami masa kejenuhan, sehingga perlu dilakukan suatu modifikasi. A. Yati Oka (1997) menyebutkan bahwa perlu diperhatikan beberapa isu dalam rangka menghasilkan produk-produk yang baru, antara lain:
a.                  Perkembangan potensial dari pasar produk baru yang akan diproduksikan,
b.                  Struktur pasar dan keahlian dalam marketing untuk memasarkan produk baru tersebut,
c.                   Fasilitas keuangan, apakah cukup tersedia dana untuk mengembangkan produk baru tersebut,
d.                  Situasi persaingan perlu ditinjau apakah posisi produk baru tersebut cukup kuat bersaing dengan produk pesaing,
e.                  Produk baru yang dikembangkan tidak akan merusak produk yang telah ada dan tidak akan merugikan perusahaan secara keseluruhan.
Mengingat produk industri pariwisata sangat bervariasi dan beragam jenisnya sesuai dengan keinginan dan kemampuan wisatawan itu sendiri, maka dalam industri pariwisata, pengembangan produk-produk wisata perlu direncanakan dan dirancang secara profesional, menonjol, khas, kekinian dan menarik sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Dengan demikian, sentuhan kreatifitas dan inovasi serius dari para ahli atau perencana pariwisata sangat dibutuhkan, khususnya para pengelola yang terlibat langsung dalam industri pariwisata. Namun demikian, produk-produk wisata tersebut dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) jenis: atraksi wisata dan industri wisata (Weaver D. dan Oppermann, M. 2000).
3.2.3 Pengembangan Atraksi Wisata (Tourist Attractions)
Atraksi wisata yang terdiri dari beragam jenis pada suatu daerah tujuan wisata adalah suatu aspek yang sangat penting dan merupakan salah satu faktor utama yang mampu menarik minat wisatawan untuk melakukan kunjungan (Pull Factors). Bila suatu daerah tujuan wisata dapat berkembang dan maju, maka para perencana atau pelaku industri pariwisata perlu memperhatikan peningkatan dan pengembangan berbagai jenis atraksi wisata yang menarik, berkualitas dan kekinian sesuai dengan perkembangan dan selera wisatawan. Sebaliknya, dapat dibayangkan bila suatu daerah tujuan wisata kurang memiliki keragaman atraksi wisata atau miskin dengan berbagai objek wisata yang diharapkan, sehingga dalam kurun waktu yang sangat singkat daerah wisata tersebut akan mengalami kemunduran dan ditinggalkan oleh para pengunjung, sebaliknya akan berusaha mencari daerah-daerah wisata unggulan lainnya.
Dalam rangka mendukung peningkatan dan pengembangan atraksi wisata pada suatu daerah, para perencana atau pelaku industri pariwisata perlu melakukan suatu survei dalam bentuk aktifitas inventarisasi jenis-jenis atraksi wisata yang ada (Attraction Inventory). Aktifitas inventarisasi tersebut diharapkan dapat menjadi suatu langkah penting dalam upaya menentukan apakah jenis atraksi wisata yang ada atau sedang dikembangkan sekarang ini memiliki potensi yang besar atau tidak dalam rangka menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Weaver, D. dan Oppermann, M. juga menyatakan hal yang sama bahwa
 the compilation of an attraction inventory is a fundamental step towards ensuring that a destination realizes the full potential of its resources base in both respects (2000)”

Selanjutnya setelah dilakukan pendataan melalui aktifitas inventarisasi, maka dilakukan proses klasifikasi apakah jenis-jenis atraksi yang dimiliki tersebut masuk dalam kategori atau bersifat ”alami”, ”budaya” atau ”dibuat (modifikasi sebagai bagian dari kreatifitas manusia)”. Berikut diperlihatkan suatu aktifitas inventarisasi yang bersifat umum dari atraksi wisata berdasarkan Weaver, D. dan Oppermann, M. (2000).
Tabel 02: Inventarisasi Jenis-jenis Atraksi Wisata
Generic Inventory of Tourist Attractions Category
Site
Event
Natural
TOPOGRAPHY e.g. mountains, protected
beaches, volcanoes, areas, hiking
caves, fossil sites trails
CLIMATE e.g. temperature,
sunshine, precipitation
HYDROLOGY e.g. lakes, scenic
rivers, waterfalls, hot springs highways
WILDLIFE e.g. mammals, birds, scenic
insects, fish lookouts, cairns
VEGETATION e.g. forests wildlife parks
LOCATION e.g. centrality,
Extremity
volcanic eruptions
tides
migrations
Cultural
PRE-HISTORICAL e.g. Aboriginal sites
HISTORICAL e.g. battlefields, old buildings,
museums, ancient monuments, graveyards,
statues
CONTEMPORARY CULTURE e.g. architecture, ethnic neighborhoods
ECONOMIC e.g. farms, mines, factories
RECREATIONAL e.g. integrated resorts, golf courses, ski hills, theme parks, casinos, stadiums
RETAIL e.g. mega-malls, shopping districts
battle
re-enactments, commemorations
festivals, world
fairs
sporting events, Olympics
markets

Ø  Topograpi (Topography)
Pegunungan, pantai, sungai, gunung berapi, jurang, ngarai, tebing, gua, tempat-tempat fosil, dll.
Ø  Iklim (Climate)
Temperatur udara, sinar matahari, hujan salju, dll
Ø  Air (Hydrology)
Danau, sungai, air terjun, air panas, dll.
Ø  Kehidupan liar (Wildlife)
inatang menyusui, burung-burung, serangga, ikan, dll.
Ø  Vegetasi (Vegetation)
Hutan, dll.
Ø  Lokasi (Location)
Kawasan khusus, dll.
2.1.4  Kejadian yang Bersifat Alami (Natural Events)
Sebaliknya objek wisata atau kejadian yang bersifat alami (Natural Events) berbeda dengan objek wisata alam (Natural Sites). Jenis atraksi yang bersifat kejadian (event) ini hanya terjadi pada lokasi-lokasi atau daerah-daerah tertentu dan bersifat khusus dan alamiah yang merupakan bagian dari fenomena alam. Jenis produk wisata ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Pada saat akan terjadinya letusan gunung berapi yang terjadi di Jogyakarta baru-baru ini telah banyak mengundang para wisatawan untuk melihat langsung proses terjadinya letusan tersebut, yang dimulai dari keluarnya asap dan larva panas. Atraksi ini merupakan bagian dari fenomena alam yang sangat jarang terjadi dan tidak dapat diprediksi oleh semua orang. Meskipun demikian, kejadian atau fenomena alam tersebut tidak semua dimiliki oleh setiap negara, namun bisa saja terdapat pada negara-negara tertentu dengan lokasi tertentu. Berikut beberapa contoh lainnya yang berkaitan dengan kejadian alam atau fenomena alam yang mungkin terjadi dunia: migrasi burung (Bird Migration), musim yang berubah-ubah setiap harinya di Kota Melbourne (Australia), letusan gunung berapi (Volcanic eruptions), gerhana bulan/matahari (Solar eclipses) dan bintang jatuh (comets), dll.
2.1.5 Objek Wisata yang Bersifat Budaya (Cultural Sites)
Objek wisata yang bersifat budaya atau yang diciptakan/dimodifikasi oleh manusia sebagai bagian kreatifitas manusia adalah jenis produk wisata andalan lainnya. Jenis produk wisata ini berbeda dengan jenis produk wisata yang bersifat alamiah atau kejadian yang bersifat alamiah seperti yang telah dijelaskan di atas. Jenis Objek wisata yang bersifat budaya dapat dibedakan dalam beberapa kategori.
Ø  Pra- Sejarah (Pre Historical)
Lokasi keberadaan suku Aborigin di Australia, dll
Ø  Sejarah (Historical)
Monument, Lokasi bekas perang, Kawasan bersejarah, Museum, dll.
Ø  Contemporary
Ethnic neighborhoods, dll.
Ø  Kegiatan Ekonomi (Economic Activity)
Budidaya/perkebunan anggur (Wineries), perkebunan kopi, perkebunan teh, taman anggrek, dll
Ø  Atraksi yang bersifat rekreasi khusus (Specialized recreational attractions/(SRAs) Golf courses, theme parks, casinos, scenic highways, bikeways, railways and hiking trails, stadium, dll.
Ø  Retails (Penjualan)
Mega malls, Markets and bazaars, dll.
2.1.6 Perayaan/Kejadian yang bersifat Budaya (Cultural Events)
Perayaan/pertunjukkan yang bersifat budaya merupakan jenis atraksi budaya yang dilakukan secara sengaja, baik secara teratur maupun tidak sama sekali. Jenis atraksi ini sering dijumpai pada saat peringatan hari-hari bersejarah dengan melakukan berbagai atraksi sejarah yang melukiskan pesan tertentu. Contoh lainnya seperti peringatan Hari Kemerdekaan Timor Leste setiap tanggal 20 Mei, pertandingan kejuaraan Misaun Cup pada Sepakbola,Voly-bola,dan Basket.  
2.1.7 Pengembangan Industri Wisata (Tourist Industry)
Industri pariwisata merupakan suatu industri yang bergerak dalam menyediakan atau memenuhi barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa yang dibutuhkan oleh para wisatawan pada saat mereka akan melakukan suatu kunjungan pada suatu daerah tujuan wisata (DTW). Barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa tersebut perlu disediakan oleh para penyedia jasa (service providers), sehingga para wisatawan akan merasa tertarik dan betah untuk berkunjung. Barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa tersebut terdiri:
A.    Agen atau Biro Perjalanan Wisata (Travel Agencies)
Seiring dengan perkembangan sektor kepariwisataan secara global, maka para pembuat kebijakan di bidang pariwisata, perencana pariwisata dan para pelaku usaha wisata perlu memperhatikan beberapa aspek penting dalam upaya mendukung dan memajukan sektor pariwisata pada suatu daerah. Keberadaan Biro atau Agen Perjalanan Wisata (Travel Bureau dan Travel Agent), sebagai contoh, merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sektor pariwisata, karena menyangkut dengan promosi wisata, kebutuhan pelayanan dan kenyamanan wisata yang dibutuhkan oleh para wisatawan sebagai pelanggan serta aspek-aspek lainnya yang tidak kalah penting keberadaanya, seperti penyediaan sarana transportasi, akses, akomodasi, makanan dan minuman, pelaksana tour (tour operator) dan produk-produk industri wisata lainnya (sovenir, pramuwisata dan barang-barang bebas bea dan cukai/free duty goods) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dengan semakin majunya bidang Informasi, Teknologi dan Komunikasi (ITC), tingginya kebutuhan masyarakat dunia untuk melakukan perjalanan wisata, maka fungsi dan peran biro atau agen perjalanan wisata akan semakin komplek. Dengan demikian, peningkatan SDM karyawan (bidang pemasaran, kualitas pelayanan pelanggan dan teknologi informasi), jaringan kerjasama dan promosi sangat diperlukan dalam upaya menghadapi persaingan global dalam memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan (wisatawan).
B.      Sistem Transportasi
Sistem dan jaringan transportasi yang baik dan lancar menjadi penentu keberhasilan peningkatan arus kunjungan wisatawan ke daerah-daerah wisata. Namun demikian, jenis, sistem dan fasilitas transportasi tersebut perlu terus diperluas dan dikembangkan yang mencakup sistem transportasi udara, darat, laut (sungai) dan kereta api. Isu keamanan dalam transportasi juga hal yang perlu mendapatkan perhatikan serius.
c.       Akomodasi
Penginapan yang berbentuk hotel atau apartmen perlu dibangun secara representatif sesuai dengan keinginan dan selera wisatawan dan didukung dengan segala fasilitas pendukung. Jenis penginapan lainnya dapat berbentuk penginapan berjalan (Caravan Parks) dan taman penginapan (Campgrounds), Vacation farms, dll. Kenyamanan, akses dan keamanan menjadi isi yang perlu mendapatkan perhatikan serius.
d.      Tempat Penjualan Makanan dan Minuman
Tempat penjualan makanan dan minuman merupakan tempat yang sangat penting bagi wisatawan untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari mereka pada saat berkunjung. Tempat penjulan tersebut selain perlu menyediakan makanan khas lokal juga perlu menyediakan makanan khas luar negeri untuk menjaga keseimbangan. Kebersihan lingkungan dan produk makanan/minuman perlu dijaga serta pelayanan yang didukung dengan keramahtamahan juga perlu ditingkatkan dalam rangka menciptakan suasana tenang dan betah.
e.       Tour operators
Keberadaan operator tur atau tour operator sangat penting dan berperan dalam rangka menyediakan paket-paket wisata lainnya. Paket-paket wisata tersebut yang terdiri dari pelayanan akomodasi, restauran, objek wisata, transportasi, dll perlu dikemas secara menarik dan profesional untuk menarik minat wisatawan manca negara dan nusantara.
f.        Pelayanan atau Barang Dagangan (Merchandises)
Para wisatawan yang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisatawan cenderung mengkonsumsi barang-barang lokal sebagai suvenir yang akan dibawa pulang ke tempat asalnya. Dengan demikian, keberadaan barang-barang yang merupakan produk lokal yang berbentuk ukiran kayu, kerajinan tangan khas daerah setempat perlu dikembangkan dan dikemas dengan baik dan memiliki nilai tambah (added value). Barang-barang yang tidak dikenai bea cukai (duty-free goods) juga merupakan barang-barang yang sangat disukai oleh para wisatawan.
g.      Pemandu Wisata
Pemandu wisata atau tour guides juga merupakan komponen penting lainnya yang perlu diperhatikan, sekaligus diberdayakan dalam pengembangan sektor pariwisata karena menyangkut dengan aspek pelayanan, informasi dan sikap keramahtamahan yang diberikan kepada seorang wisatawan. Pemandu wisata memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam memberikankesan kepada wisatawan, ibarat seorang penerima tamu di pintu gerbang rumah. Sebelum tamu menginjak halaman rumah tersebut. Kesan pertama, baik atau buruk tentang suatu kawasan pariwisata terletak pada kepribadian para pramuwisata atau guide. Meskipun Demikian, menjadi seorang pramuwisata bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah yang semata-mata hanya mengandal kemampuan berbahasa asing saja. Namun sebaliknya, untuk menjadi pramuwisata yang profesional di bidangnya, diperlukan beberapa kriteria utama lainnya yang harus dimiliki oleh seorang pramuwisata, seperti aspek kepribadian, kemampuan berkomunikasi (communication skill) dalam bahasa asing, wawasan kepariwisataan, ilmu pengetahuan, pelayanan dan skill atau teknik memandu.
2.2         Peneliti Terdahulu
Penelitian tentang pengembangan wilayah sudah cukup banyak dilakukan. Beberapa di antaranya, terutama yang sangat berkaitan, dijadikan sebagai acuan dari penelitian ini. Hasil penelitian Alkadri (Kornita, 2004:24) mengungkapkan bahwa dengan metode location quotient (LQ) menggunakan variabel persentase distribusi sektor ekonomi dalam Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan 1993 selama 5 (lima) tahun (periode 1994-1999), terdapat potensi yang berbeda di antara 4 (empat) kecamatan yang menjadi objek penelitiannya di Kota Pontianak. Didapatkan bahwa struktur perekonomian Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Utara dikuasai oleh sektor Jasa-jasa, Kecamatan Pontianak Timur dikuasai oleh sektor bangunan, sedangkan Kecamatan Pontianak Barat andal dan didominasi oleh sektor pengangkutan dan komunikasi.
Penelitian Syafrizal (1984) tentang aktivitas-aktivitas basis pada empat wilayah pembangunan utama yang ada di Indonesia dalam rangka menyusun pola kebijakan pembangunan wilayah dengan metode kuosien lokasi (LQ) menyimpulkan bahwa seyogyanya aktivitas yang dikembangkan adalah pertanian terutama tanaman pangan dan perkebunan, serta penambangan dan galian sebagai sektor basis pada wilayah pembangunan  A, industri dan jasa pada wilayah pembangunan  B, perdagangan dan industri pada wilayah pembangunan  C, dan pertanian pada wilayah pembangunan  D.
Potensi yang berbeda antardaerah akan turut menentukan strategi dan kebijakan pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Di sini, pemerintah berupaya agar setiap masyarakat baik di daerah pedesaan maupun perkotaan dapat hidup dalam tingkat kesejahteraan yang setara melalui optimalisasi pengembangan potensi yang berbeda-beda tersebut. Namun kenyataan menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan tingkat kesejahteraan antara masyarakat desa dengan masyarakat kota. Hal ini mendorong perlunya melaksanakan kebijakan pembangunan wilayah yang saling menunjang antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Dalam konteks di atas, penelitian Kasri (1990) yang menganalisis peranan perwilayahan pembangunan dan pusat pengembangan di Provinsi Sumatera Barat, memperlihatkan bahwa kebijakan perwilayahan pembangunan dapat dikatakan berhasil jika ditunjang oleh kebijakan-kebijakan dan program-program yang saling menunjang di antara daerah-daerah yang berada dalam wilayah tersebut. Penelitian Kasri didukung oleh penelitian Kornita (2004) dengan lebih memfokuskan penelitian pada konsep ‘sinergi antar daerah’ dalam pembangunan wilayah. Menurutnya, meskipun interaksi antarkabupaten/kota di Provinsi Riau sudah ada, namun sinergi pembangunan antardaerahnya baru sebatas wacana dan konsep pada level pemerintahan kabupaten/kota. Dengan mengidentifikasi potensi Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru, ditemukan Kornita bahwa sektor basis ekonomi yang menjadi arena sinergi kebijakan pembangunan daerah antara kedua daerah ini ialah sinergi sektor pertanian di Kabupaten kampar dengan sektor perdagangan di Kota Pekanbaru.
Sementara itu, sejumlah penelitian lainnya mengkaitkan upaya dan kebijakan pembangunan dalam rangka pertumbuhan dan pemeratan pembangunan dengan upaya dan kebijakan pengembangan tata ruang dan ekonomi wilayah. Karseno (1990) dalam penelitiannya tentang pengkajian pusat-pusat pelayanan di wilayah Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat,  mengungkapkan bahwa struktur dan organisasi tata ruang wilayah pedesaan telah berperan besar terhadap penyebaran dan pengadaan fasilitas pelayanan pedesaan. Penelitian Zul Azhar (1997) di Kota Padang yang menganalisis ukuran kota optimal sebagai strategi perencanaan pengembangan kota memperlihatkan bahwa ukuran Kota Padang saat ini belum optimal sehingga perlu ditempuh kebijakan tentang pengembangan tata ruang dan ekonomi. Sedangkan Sidin (1991) yang meneliti kebijaksanaan kota-kota kedua dan wilayah pengaruhnya di Provinsi Sumatera Barat, menemukan bahwa Kota Bukittinggi dan Solok ditetapkan sebagai kota kedua karena memiliki berbagai keunggulan komparatif dibandingkan kota lainnya di Sumatera Barat.
Hasil penelitian Rinaldi (2004) tentang penentuan lokasi  optimal pusat pemerintahan, pusat pelayanan, dan pengembangan kawasan sekitarnya bagi Kabupaten Solok Selatan sebagai sebuah kabupaten baru hasil pemekaran, terungkap bahwa Kecamatan Sangir dengan ibukota Lubuk Gadang merupakan lokasi yang paling tepat menjadi ibukota Kabupaten Solok Selatan, karena memiliki tingkat perkembangan wilayah, tingkat pelayanan dan aksesibilitas yang lebih tinggi potensinya dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Dari sejumlah penelitian yang telah dilaksanakan di atas,   dipahami bahwa pengembangan wilayah diimplementasikan secara terpisah antara identifikasi potensi ekonomi wilayah/subwilayah beserta upaya sinergi pengembangannya berdasarkan pendekatan teori basis di satu sisi dengan peran/fungsi perwilayahan pembangunan serta analisis pusat pengembangan dan pelayanan berdasarkan pendekatan kutub/pusat pertumbuhan dan teori tempat sentral di lain sisi. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini mencoba mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut untuk menemukan suatu rumusan strategi pengembangan wilayah yang paling optimal dan bersinergi bagi Kabupaten Dharmasraya di masa yang akan datang.
Secara singkat, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu kajian teoretik dalam merencanakan pembangunan wilayah yang lebih akomodatif dengan dukungan daya tarik lokasi dan ketersediaan fasilitas  layanan ibukota kabupaten sesuai dengan karakteristik daerah dan sektor ekonomi basis yang dimiliki.
2.3     Definisi Operasional

1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site - Lucky Club Casino UK
    Lucky Club Casino is an online casino powered by Microgaming powered by luckyclub Microgaming software. Register your account. Enjoy all the thrill of winning real money

    BalasHapus