BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan sektor industri pariwisata
di dunia umumnya dan di Timor Leste khususnya telah berkembang kurang begitu
pesat. Perkembangan industri tersebut tidak hanya berdampak pada peningkatan
penerimaan devisa negara, namun pada Kenyataannya pariwisata dapat memperluas
kesempatan berusaha dan memberikan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat
dalam rangka mengurangi permasalahan pengangguran. Tiap tahun angka kunjungan
wisatawan mancanegara di Timor Leste teruss mengalami peningkatan, sehingga
telah menyebabkan terjadinya berbagai perubahan global sebagai akibat dari
perkembangan dunia pariwisata, baik perubahan pola, bentuk dan sifat kegiatan,
dorongan orang untuk melakukan perjalanan wisata, cara berfikir, maupun sifat
perkembangan itu sendiri.
Pada banyak negara maju, industri
pariwisata sudah bukan isu yang baru lagi, bahkan banyak orang melakukan
perjalanan wisata sebagai kebutuhan hidup setiap manusia yang semata-mata untuk
mencari relaksisasi, rasa ingin tahu, mengunjungi sahabat/keluarga, pengalaman
dan hiburan untuk melepaskan segala kelelahan dan rasa bosan sebagai dampak
dari segala kegiatan rutinitas sehari-hari. Seiring dengan perkembangan sektor
kepariwisataan secara global serta peningkatan arus kunjungan wisatawan
internasional, maka secara tidak langsung telah berdampak kepada kebutuhan
penyediaan segala komponen atau produk-produk pariwisata.
Tabel 01. Total wisatawan di Timor Leste
Sesuai data DNS (Diresaun nacional do turismo)
Dilihat dari table kunjungan wisatawan
mancanegara di atas maka Penyediaan produk-produk pariwisata (supply side) dianggap penting untuk
memenuhi kebutuhan wisatawan yang mencakup penyediaan sarana dan prasarana alat
transportasi, akomodasi, agen perjalanan, makanan dan minuman, tour operator,
pramuwisata dan barang souvenir wisata lainnya. Untuk mendukung industri
pariwisata, khususnya dalam rangka penyediaan seluruh komponen industri
pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, maka perlu dilakukan suatu
perencanaan yang baik dan terpadu dengan melibatkan seluruh unsur terkait atau stakeholder, seperti pemerintah, tenaga
ahli pariwisata, masyarakat setempat (yang terlibat dalam usaha wisata) dan
para pemangku kepentingan lainnya. Perencanaan penyediaan produk-produk wisata
tersebut tidak hanya akan berdampak positif dalam rangka menarik minat
wisatawan untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata (DTW), namun juga untuk memotivasi
para pelaku industri pariwisata untuk lebih innovatif, kreatif dan menciptakan
nilai tambah (value added) terhadap
berbagai produk atau pelayanan (services)
yang akan diberikan kepada para wisatawan yang akan berkunjung.
Seperti yang dikemukakan oleh Getz (1987:93) dan Page
(1995) terdapat lima pendekatan dalam mengembangkan pariwisata, antara lain:
1. Bossterm
yaitu:
suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai suatu atribut
positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Namun masyarakat setempat tidak dilibatkan
dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah tidak dipertimbangkan secara
matang.
2. The
economic-industry approach (pendekatan ekonomi-industri)
yaitu: pendekatan pengembangan pariwisata yang tujuan ekonominya lebih
didahulukan dari tujuan social dan lingkungan dan menjadikan pengalaman
pengunjung dan tingkat kepuasan sebagai sasaran utama.
3. The
physical-spatial approach (pendekatan fisik-keruangan),
yaitu: pendekatan ini didasarkan pada tradisi penggunaan lahan geografis.Strategi
pengembangannya berdasarkan perencanaan yang berbeda-beda melalui
prinsip-prinsip keruangan (spatial). Misalnya pengelompokan pengunjung
di satu kawasan dan pemecahan-pemecahan tersebut untuk menghindari kemungkinan
terjadinya konflik. Hanya saja kekurangan dari pendekatan ini adalah kurang
mempertimbangkan dampak sosial dan kultur dari pengembangan wisata.
4. The
community approach (pendekatan kerakyatan), yaitu:
pendekatan ini lebih menekankan pada pentingnya keterlibatan maksimal dari
masyarakat setempat di dalam proses pengembangan pariwisata. Pendekatan ini
menganggap pentingnya suatu pedoman pengembangan pariwisata yang dapat diterima
secara sosial (socially acceptable). Pendekatan yang dilakukan adalah
menekankan pentingnya manfaat sosial dan cultural bagi masyarakat lokal secara
bersama-sama termasuk di dalamnya pertimbangan ekonomi dan lingkungan.
5. Sustainable
approach (pendekatan keberlanjutan), yaitu: pendekatan
berkelanjutan dan berkepentingan atas masa depan yang panjang serta atas sumber
daya dan efekefek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mengkin menyebabkan
gangguan cultural dan sosial yang memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya
hidup individual
Dari kelima tersebut yang menjadi focus pengembangan
kepariwisataan Desa dare ini adalah pendekatan pariwisata kerakyatan (the
community approach). Pariwisata kerakyatan merupakan sebuah bentuk
pengembangan yang berpihak kepada masyarakat, khususnya masyarakat lokal.
Masyarakat, khususnya masyarakat local ikut berperan serta dalam setiap
pengembangan yang dilakukan di daerahnya. Menurut Subagyo (1991) kehidupan desa
sebagai tujuan wisata adalah desa sebagai obyek sekaligus juga sebagai subyek
dari kepariwisataan yaitu sebagai penyelenggara sendiri dari berbagai aktifitas
kepariwisataan, dan hasilnya akan dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung.
Oleh karena itu peran aktif dari masyarakat sangat menentukan kelangsungan
kegiatan pedesaan ini (Suryasih, 2003:18).
Dilihat dari perspektif kehidupan masyarakatnya,
pariwisata pedesaan merupakan suatu bentuk pariwisata dengan obyek dan daya
tarik berupa kehidupan desa yang memiliki ciri-ciri khusus dalam masyarakatnya,
panorama alamnya, dan budayanya, sehingga mempunyai peluang untuk dijadikan
komoditi bagi wisatawan, khususnya wisatawan asing (Suryasih, 2003: 18). Pendekatan
dasar yang sering dipergunakan dalam perencanaan pengembangan obyek daya tarik
wisata pedesaan adalah menggunakan pendekatan kerakyatan (community
approach/ community based) dan environment planning (Marpaung, 2000:
49). Hal ini disebabkan karena masyarakat lokal yang akan membangun, memiliki
dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya, sehingga dengan
demikian masyarakat dapat menerima secara langsung keuntungan ekonomi serta
mencegah terjadinya urbanisasi (Mendra, 2005).
Denga semua penjelasan mengenai pentingnya suatu
planning dalam mengembangkan suatu desa dengan mengunakan pendekatan
kemasyarakatan maka dapat menfasilitsi masyarakat dimana masyarakat sendiri
yang akan menjadi objek dan subyek dari pada pengembangan tersebut. Oleh karena
itu,maka menarik penulis untuk mengambil Judul “Perencanaan Produk wisata
ungulan untuk menciptakan pariwisata berkelanjutan dan berwawasan linkungan di
Suco dare” guna menidentifikasi serta meneliti produk-produk yang ada di suco
tersebut guna melakukan planning agar produk-produk tersebut menjadi produk
ungulan
Dimana,di Suco tersebut terdapat total populasi 3030
dengan Luas Wilayah 20,15km dan terdapat jumlah KK (Kepala Keluarga) 560 dari
total Laki-laki 1565 dan Perempuan 1465 Dengan mata pencaharian Rata-rata
Agrikultor (65%) dan mata pencaharian lain seperti bekerja di Instansi Pemerintahan
dan swasta dengan total 35%. untu itu dilihat dari, beberapa segi di atas maka
perlunya suatu perencanaan guna mengembangkan produk-produk pariwisata yang
terdapat di Desa tersebut sebagai upaya untuk mengurangi Penganguran yang
terjadi di tempat tersebut serta melestarikan produk-produk wisata tersebut
guna bisa dikenal dan diingginkan oleh wistawan,lebih-lebih wisatawan
mancanegara
1.2 Perumusan Masalah
Dalam Penelitian ini, peneliti mengambarkan masalah
yang akan dilakukan penelitian yakni antara lain:
a. Bagaimana
perencanaan pengembangan produk pariwisata di dare
b. Bagaimana
strategi yang digunakan guna menjadikan produk-produk tersebut sebagai produk
ungulan
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti pun membatasi ruang
gerak penelitian yakni: dalam review literature,Peneliti hanya mengunakan
literature-literature mengenai perencanaan pengembangan produk pariwisata.
Sedangkan dilain hal,peneliti pun hanya melakukan penelitian di Suco Dare,Sub-District Vera-Cruz,District
Dili
1.4
tujuan penelitian
Tujuan
dari pada penelitian ini yaitu; dengan menidentifikasi produk-produk pariwisata
yang ada di Suco Dare, serta untuk menyusun perencanaan pengembangan pada
produk-produk tersebut guna merekomendasikan ke pihak-pihak terkait untuk
melakukan pengembangan agar produk-produk tersebut dapat sebagai produk ungulan
yang berkenlanjutan serta berwawasan linkungan
1.5
manfaat Penelitian
Manfaat
dari pada penelitian ini yakni:
a. Bagi
Kaum Praktisi: dapat berguna sebagai referensi guna melakukan pengembangan pada
objek wisata yang terdapat di Desa Dare serta sebagai referensi guna melakukan
pengembangan di Desa Lain yang mana berkaitan
b. Bagi
Kaum Akademisi: dapat digunakan sebagai referensi bacaan serta sebagai bahan
guna melakukan penelitian-penelitian lain di hari yang akan dating.
c. Bagi
masyarakat: sebagai bahan Informasi dan sebagai bahan untuk mendayakan
masyarakat sendiri untuk tetap menjaga serta membuka pikiran atau filosofi
masyarakat dalam berpartisipasi pengembangan atau penbangunan yang terjadi di
Suco tersebut
1.6 Sistematik
Penulisan
BAB II
REVIEW LITERATURE
2.1
Descripsi Konsep Pengembangan Produk Pariwisata
Tulisan ini akan membahas tentang perlunya suatu
proses perencanaan terhadap pengembangan industri pariwisata pada suatu daerah
tujuan wisata (DTW), khususnya perencanaan terhadap berbagai produk serta
pelayanan wisata (tourist-related
products) yang akan dibutuhkan oleh para wisatawan dalam rangka
mengembangkan suatu industri wisata. Produk-produk wisata tersebut dapat dibagi
menjadi 2 (dua) kategori: atraksi wisata (tourist attractions) dan industri
wisata (tourist industry).
2.1.1 Pentingnya Perencanaan Pariwisata
Suatu kegiatan pembangunan yang dilakukan melalui
perencanaan yang baik tentu akan menghasilkan manfaat yang besar dan dapat
memperkecil segala resiko dan dampak negatif yang muncul dan tidak diinginkan.
Perencanaan dalam pengembangan pariwisata sebagai suatu industri jasa dianggap
sangat penting, sehingga perencanaan yang telah dirumuskan akan menghasilkan
sasaran yang diinginkan, baik ditinjau secara ekonomi, sosial-budaya,
lingkungan dan politis (A. Yoeti, Oka, 1997).
Sangat disadari bahwa pengembangan pariwisata
sebagai suatu industri strategis memerlukan investasi yang sangat besar,
seperti perbaikan aksesibilitas (jembatan, dan jalan) dari dan ke daerah
tujuan wisata, pembangunan hotel dengan segala fasilitas yang dibutuhkan oleh
para wisatawan, jaringan angkutan wisata (darat, laut dan udara) yang perlu
diperluas, pembangkit tenaga listrik yang perlu ditingkatkan, penyediaan air
bersih yang harus diciptakan, sarana dan jaringan komunikasi yang perlu
diperluas, SDM para pelaku bisnis pariwisata yang perlu ditingkatkan, promosi,
pemasaran produk-produk pariwisata unggulan ke dalam dan luar negeri yang perlu
ditingkatkan dan kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya yang berkaitan dengan
pengembangan suatu daerah wisata. Bagaimanapun, semua kegiatan pembangunan
tersebut memerlukan dana investasi yang tidak kecil. Dalam upaya menghindari
terjadinya pemborosan keuangan, maka diperlukan suatu strategi dalam bentuk
perencanaan yang matang yang didukung oleh para perencana atau tenaga ahli
(tenaga profesional) di bidangnya serta ketersediaan waktu dan dana yang
memadai.
Lebih lanjut, pertumbuhan aktifitas industri
pariwisata yang tidak terkendali sebagai akibat dari perencanaan yang tidak
baik, maka akan menimbulkan permasalahan besar serta dampak sosial budaya bagi
masyarakat setempat. Lokasi hotel yang tidak strategis atau bangunan hotel yang
begitu tinggi tanpa menghiraukan estetika dan nilai-nilai budaya lokal, poster
iklan yang merusak pemandangan dan lingkungan setempat, pembuangan sampah yang
tidak pada tempatnya, pengotoran pantai sebagai akibat jumlah kunjungan
wisatawan yang tidak terkendali merupakan beberapa fenomena kecil yang akan
mudah ditemukan bila pembangunan industri pariwisata tidak didasarkan pada
suatu pengkajian dan perencanaan yang sistematis dan strategis.
Dengan demikian, dalam pengembangan pariwisata
sebagai suatu industri, perlu mempertimbangkan segala aspek tanpa terkecuali
karena diakui bahwa pariwisata sebagai suatu industri yang berkembang pesat
tidak dapat berdiri sendiri, namun berkaitan erat dengan beberapa aspek penting
lainnya, seperti aspek ekonomi, sosial budaya yang hidup dalam masyarakat dan
lingkungan setempat. Bila pengembangan tersebut tidak terarah, maka bukan
manfaat yang akan diterima, melainkan perbenturan sosial budaya dan
kepentingan. Dengan demikian, semua pihak akan merasa dirugikan, khususnya
masyarakat yang hidup dari kegiatan industri pariwisata, wisatawan yang
berkunjung dan selanjutnya akan mematikan seluruh kegiatan industri pariwisata
yang sudah lama dibina. Pembuatan Master Plan atau Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah (RIPPDA) yang diperkuat dengan undang-undang atau qanun-qanun
daerah (Perda) dan perlu direncanakan secara bertahap dalam dokumen perencanaan
daerah jangka pendek, menengah dan panjang (RPJM dan RPJP) serta dengan
melibatkan seluruh unsur terkait, khususnya masyarakat setempat merupakan
solusi yang terbaik serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sumarwoto,
J. (1997) menegaskan bahwa ”keterlibatan masyarakat lokal secara aktif memiliki
peran strategis dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pariwisata yang
berkelanjutan”. Beberapa spek penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perencanaan pariwisata:
1.
Wisatawan (Tourists):Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik
wisatawan yang akan datang untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata,
seperti asal negara, status perkawinan, jenis kelamin, anak muda atau orang
tua, pelajar, mahasiswa, pengusaha atau pegawai biasa, kesukaannya, individu,
kelompok, pasangan muda-mudi atau keluarga, pada musim apakah mereka cenderung
datang, dll.
2.
Transportasi (Transportations):Perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana kesiapan sarana dan prasarana
sistem transportasi, baik dari bandara udara, pelabuhan laut atau terminal ke
tempat daerah tujuan wisata (DTW). Ketersediaan transportasi lokal juga perlu
diperhatikan untuk memudahkan aksesibilitas dan mobilitas para wisatawan.
3.
Atraksi/Objek Wisata (Attractions):
Perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana ketersediaan atraksi/objek
wisata (attractions) yang akan dijual telah memenuhi 3 (tiga) syarat dibawah
ini:
Apa
yang akan dilihat (something to see)
Apa
yang akan dilakukan (something to do)
Apa
yang akan dibeli (something to buy)
Fasilitas
Pelayanan (Services Facilities)
Jenis dan bagaimana fasilitas pendukung yang
tersedia di daerah tujuan wisata (DTW) tersebut yang terdiri: akomodasi,
restauran, fasilitas pelayanan umum (perbankan, penukaran mata uang asing/money
changer, kantor pos, fasilitas telepon/telek/faksimil, internet), dll.
4.
Informasi dan Promosi
(Informations)
Perlu diperhatikan secara sistematis dan profesional
mengenai penyebaran informasi dan promosi daerah tujuan wisata kepada para wisatawan
manca negara dan nusantara dalam bentuk leaflet/booklet/brosur atau melalui
promosi iklan, media cetak, media elektronik atau pembuatan website wisata yang
dapat diakses langsung oleh calon wisatawan melalui fasilitas Internet. Kelima aspek tersebut saling berkaitan erat
dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, sehingga memerlukan
perhatian secara serius oleh para perencana pariwisata.
2.1.2
Pengembangan Produk Objek dan
Atraksi Wisata
Pengembangan suatu produk pada dasarnya adalah usaha
yang dilakukan secara sadar dan direncanakan secara matang untuk memperbaiki
produk yang sedang berjalan atau menambah jenis produk-produk baru yang akan
dihasilkan sesuai dengan perkembangan waktu. Umumnya suatu produk baru yang dihasilkan
sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen (tourist). Jadi produk tersebut
harus dapat dipasarkan dan dapat diterima oleh pasar. Agar produk baru tersebut
dapat diterima oleh pasar, maka perlu dilakukan suatu penelitian pasar (market
research) atau analisa pasar (market analysis). Dengan demikian, setiap produk
yang dihasilkan telah dipertimbangkan secara matang dan objektif. Di samping
itu, juga diperlukan modifikasi produk-produk lama untuk dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan pasar yang cenderung berubah-berubah. Dengan kata lain, mungkin saja
produk yang telah lama dipasarkan telah mengalami masa kejenuhan, sehingga
perlu dilakukan suatu modifikasi. A. Yati Oka (1997) menyebutkan bahwa perlu
diperhatikan beberapa isu dalam rangka menghasilkan produk-produk yang baru,
antara lain:
a.
Perkembangan potensial dari pasar produk
baru yang akan diproduksikan,
b.
Struktur pasar dan keahlian dalam
marketing untuk memasarkan produk baru tersebut,
c.
Fasilitas keuangan, apakah cukup
tersedia dana untuk mengembangkan produk baru tersebut,
d.
Situasi persaingan perlu ditinjau apakah
posisi produk baru tersebut cukup kuat bersaing dengan produk pesaing,
e.
Produk baru yang dikembangkan tidak akan
merusak produk yang telah ada dan tidak akan merugikan perusahaan secara
keseluruhan.
Mengingat
produk industri pariwisata sangat bervariasi dan beragam jenisnya sesuai dengan
keinginan dan kemampuan wisatawan itu sendiri, maka dalam industri pariwisata,
pengembangan produk-produk wisata perlu direncanakan dan dirancang secara
profesional, menonjol, khas, kekinian dan menarik sesuai dengan kebutuhan
wisatawan. Dengan demikian, sentuhan kreatifitas dan inovasi serius dari para
ahli atau perencana pariwisata sangat dibutuhkan, khususnya para pengelola yang
terlibat langsung dalam industri pariwisata. Namun demikian, produk-produk
wisata tersebut dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) jenis: atraksi wisata dan
industri wisata (Weaver D. dan
Oppermann, M. 2000).
3.2.3
Pengembangan Atraksi Wisata (Tourist Attractions)
Atraksi wisata yang terdiri dari beragam jenis pada
suatu daerah tujuan wisata adalah suatu aspek yang sangat penting dan merupakan
salah satu faktor utama yang mampu menarik minat wisatawan untuk melakukan
kunjungan (Pull Factors). Bila suatu
daerah tujuan wisata dapat berkembang dan maju, maka para perencana atau pelaku
industri pariwisata perlu memperhatikan peningkatan dan pengembangan berbagai
jenis atraksi wisata yang menarik, berkualitas dan kekinian sesuai dengan
perkembangan dan selera wisatawan. Sebaliknya, dapat dibayangkan bila suatu
daerah tujuan wisata kurang memiliki keragaman atraksi wisata atau miskin
dengan berbagai objek wisata yang diharapkan, sehingga dalam kurun waktu yang
sangat singkat daerah wisata tersebut akan mengalami kemunduran dan
ditinggalkan oleh para pengunjung, sebaliknya akan berusaha mencari daerah-daerah
wisata unggulan lainnya.
Dalam rangka mendukung peningkatan dan pengembangan
atraksi wisata pada suatu daerah, para perencana atau pelaku industri
pariwisata perlu melakukan suatu survei dalam bentuk aktifitas inventarisasi
jenis-jenis atraksi wisata yang ada (Attraction Inventory). Aktifitas
inventarisasi tersebut diharapkan dapat menjadi suatu langkah penting dalam
upaya menentukan apakah jenis atraksi wisata yang ada atau sedang dikembangkan
sekarang ini memiliki potensi yang besar atau tidak dalam rangka menarik minat
wisatawan untuk berkunjung. Weaver, D.
dan Oppermann, M. juga menyatakan hal yang sama bahwa
”the compilation of an attraction inventory
is a fundamental step towards ensuring that a destination realizes the full
potential of its resources base in both respects (2000)”
Selanjutnya setelah dilakukan pendataan melalui
aktifitas inventarisasi, maka dilakukan proses klasifikasi apakah jenis-jenis
atraksi yang dimiliki tersebut masuk dalam kategori atau bersifat ”alami”,
”budaya” atau ”dibuat (modifikasi sebagai bagian dari kreatifitas manusia)”.
Berikut diperlihatkan suatu aktifitas inventarisasi yang bersifat umum dari
atraksi wisata berdasarkan Weaver, D.
dan Oppermann, M. (2000).
Tabel
02: Inventarisasi Jenis-jenis Atraksi Wisata
Generic Inventory of Tourist Attractions Category
|
Site
|
Event
|
Natural
|
TOPOGRAPHY e.g. mountains, protected
beaches, volcanoes, areas, hiking
caves, fossil sites trails
CLIMATE e.g. temperature,
sunshine, precipitation
HYDROLOGY e.g. lakes, scenic
rivers, waterfalls, hot springs highways
WILDLIFE e.g. mammals, birds, scenic
insects, fish lookouts, cairns
VEGETATION e.g. forests wildlife parks
LOCATION e.g. centrality,
Extremity
|
volcanic eruptions
tides
migrations
|
Cultural
|
PRE-HISTORICAL e.g. Aboriginal sites
HISTORICAL e.g. battlefields, old buildings,
museums, ancient monuments, graveyards,
statues
CONTEMPORARY CULTURE e.g. architecture, ethnic
neighborhoods
ECONOMIC e.g. farms, mines, factories
RECREATIONAL e.g. integrated resorts, golf courses, ski
hills, theme parks, casinos, stadiums
RETAIL e.g. mega-malls, shopping districts
|
battle
re-enactments, commemorations
festivals, world
fairs
sporting events, Olympics
markets
|
Ø Topograpi (Topography)
Pegunungan, pantai, sungai,
gunung berapi, jurang, ngarai, tebing, gua, tempat-tempat fosil, dll.
Ø Iklim (Climate)
Temperatur
udara, sinar matahari, hujan salju, dll
Ø Air (Hydrology)
Danau,
sungai, air terjun, air panas, dll.
Ø Kehidupan liar (Wildlife)
inatang
menyusui, burung-burung, serangga, ikan, dll.
Ø Vegetasi (Vegetation)
Hutan, dll.
Ø Lokasi (Location)
Kawasan
khusus, dll.
2.1.4 Kejadian yang Bersifat Alami (Natural Events)
Sebaliknya objek wisata atau kejadian
yang bersifat alami (Natural Events) berbeda dengan objek wisata alam (Natural
Sites). Jenis atraksi yang bersifat kejadian (event) ini hanya terjadi pada
lokasi-lokasi atau daerah-daerah tertentu dan bersifat khusus dan alamiah yang
merupakan bagian dari fenomena alam. Jenis produk wisata ini memiliki daya
tarik tersendiri bagi para wisatawan. Pada saat akan terjadinya letusan gunung
berapi yang terjadi di Jogyakarta baru-baru ini telah banyak mengundang para
wisatawan untuk melihat langsung proses terjadinya letusan tersebut, yang dimulai
dari keluarnya asap dan larva panas. Atraksi ini merupakan bagian dari fenomena
alam yang sangat jarang terjadi dan tidak dapat diprediksi oleh semua orang.
Meskipun demikian, kejadian atau fenomena alam tersebut tidak semua dimiliki
oleh setiap negara, namun bisa saja terdapat pada negara-negara tertentu dengan
lokasi tertentu. Berikut beberapa contoh lainnya yang berkaitan dengan kejadian
alam atau fenomena alam yang mungkin terjadi dunia: migrasi burung (Bird
Migration), musim yang berubah-ubah setiap harinya di Kota Melbourne
(Australia), letusan gunung berapi (Volcanic eruptions), gerhana bulan/matahari
(Solar eclipses) dan bintang jatuh (comets), dll.
2.1.5 Objek Wisata yang Bersifat Budaya (Cultural Sites)
Objek wisata yang bersifat budaya atau
yang diciptakan/dimodifikasi oleh manusia sebagai bagian kreatifitas manusia
adalah jenis produk wisata andalan lainnya. Jenis produk wisata ini berbeda
dengan jenis produk wisata yang bersifat alamiah atau kejadian yang bersifat
alamiah seperti yang telah dijelaskan di atas. Jenis Objek wisata yang bersifat
budaya dapat dibedakan dalam beberapa kategori.
Ø Pra- Sejarah (Pre Historical)
Lokasi keberadaan suku Aborigin di Australia, dll
Ø Sejarah (Historical)
Monument, Lokasi bekas perang, Kawasan bersejarah, Museum, dll.
Ø Contemporary
Ethnic neighborhoods, dll.
Ø Kegiatan
Ekonomi (Economic Activity)
Budidaya/perkebunan
anggur (Wineries), perkebunan kopi, perkebunan teh, taman anggrek, dll
Ø Atraksi
yang bersifat rekreasi khusus (Specialized recreational attractions/(SRAs) Golf
courses, theme parks, casinos, scenic highways, bikeways, railways and hiking
trails, stadium, dll.
Ø Retails
(Penjualan)
Mega
malls, Markets and bazaars, dll.
2.1.6
Perayaan/Kejadian yang bersifat Budaya (Cultural
Events)
Perayaan/pertunjukkan
yang bersifat budaya merupakan jenis atraksi budaya yang dilakukan secara
sengaja, baik secara teratur maupun tidak sama sekali. Jenis atraksi ini sering
dijumpai pada saat peringatan hari-hari bersejarah dengan melakukan berbagai atraksi
sejarah yang melukiskan pesan tertentu. Contoh lainnya seperti peringatan Hari
Kemerdekaan Timor Leste setiap tanggal 20 Mei, pertandingan kejuaraan Misaun
Cup pada Sepakbola,Voly-bola,dan Basket.
2.1.7
Pengembangan Industri Wisata (Tourist Industry)
Industri
pariwisata merupakan suatu industri yang bergerak dalam menyediakan atau
memenuhi barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa yang dibutuhkan
oleh para wisatawan pada saat mereka akan melakukan suatu kunjungan pada suatu
daerah tujuan wisata (DTW). Barang-barang atau produk wisata dan pelayanan/jasa
tersebut perlu disediakan oleh para penyedia jasa (service providers), sehingga
para wisatawan akan merasa tertarik dan betah untuk berkunjung. Barang-barang
atau produk wisata dan pelayanan/jasa tersebut terdiri:
A. Agen
atau Biro Perjalanan Wisata (Travel Agencies)
Seiring dengan perkembangan sektor kepariwisataan
secara global, maka para pembuat kebijakan di bidang pariwisata, perencana
pariwisata dan para pelaku usaha wisata perlu memperhatikan beberapa aspek
penting dalam upaya mendukung dan memajukan sektor pariwisata pada suatu
daerah. Keberadaan Biro atau Agen Perjalanan Wisata (Travel Bureau dan Travel
Agent), sebagai contoh, merupakan salah satu aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan sektor pariwisata, karena menyangkut dengan
promosi wisata, kebutuhan pelayanan dan kenyamanan wisata yang dibutuhkan oleh
para wisatawan sebagai pelanggan serta aspek-aspek lainnya yang tidak kalah
penting keberadaanya, seperti penyediaan sarana transportasi, akses, akomodasi,
makanan dan minuman, pelaksana tour (tour operator) dan produk-produk industri
wisata lainnya (sovenir, pramuwisata dan barang-barang bebas bea dan cukai/free duty goods) seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Dengan semakin majunya bidang Informasi, Teknologi
dan Komunikasi (ITC), tingginya kebutuhan masyarakat dunia untuk melakukan
perjalanan wisata, maka fungsi dan peran biro atau agen perjalanan wisata akan
semakin komplek. Dengan demikian, peningkatan SDM karyawan (bidang pemasaran,
kualitas pelayanan pelanggan dan teknologi informasi), jaringan kerjasama dan
promosi sangat diperlukan dalam upaya menghadapi persaingan global dalam
memberikan pelayanan terbaik bagi para pelanggan (wisatawan).
B. Sistem Transportasi
Sistem dan jaringan transportasi yang baik dan
lancar menjadi penentu keberhasilan peningkatan arus kunjungan wisatawan ke
daerah-daerah wisata. Namun demikian, jenis, sistem dan fasilitas transportasi
tersebut perlu terus diperluas dan dikembangkan yang mencakup sistem
transportasi udara, darat, laut (sungai) dan kereta api. Isu keamanan dalam
transportasi juga hal yang perlu mendapatkan perhatikan serius.
c. Akomodasi
Penginapan yang berbentuk hotel atau apartmen perlu
dibangun secara representatif sesuai dengan keinginan dan selera wisatawan dan
didukung dengan segala fasilitas pendukung. Jenis penginapan lainnya dapat
berbentuk penginapan berjalan (Caravan Parks) dan taman penginapan
(Campgrounds), Vacation farms, dll. Kenyamanan, akses dan keamanan menjadi isi
yang perlu mendapatkan perhatikan serius.
d. Tempat
Penjualan Makanan dan Minuman
Tempat penjualan makanan dan minuman merupakan
tempat yang sangat penting bagi wisatawan untuk memenuhi kebutuhan makanan
sehari-hari mereka pada saat berkunjung. Tempat penjulan tersebut selain perlu
menyediakan makanan khas lokal juga perlu menyediakan makanan khas luar negeri
untuk menjaga keseimbangan. Kebersihan lingkungan dan produk makanan/minuman
perlu dijaga serta pelayanan yang didukung dengan keramahtamahan juga perlu
ditingkatkan dalam rangka menciptakan suasana tenang dan betah.
e. Tour
operators
Keberadaan operator tur atau tour operator sangat
penting dan berperan dalam rangka menyediakan paket-paket wisata lainnya.
Paket-paket wisata tersebut yang terdiri dari pelayanan akomodasi, restauran,
objek wisata, transportasi, dll perlu dikemas secara menarik dan profesional
untuk menarik minat wisatawan manca negara dan nusantara.
f.
Pelayanan atau Barang Dagangan
(Merchandises)
Para wisatawan yang berkunjung pada suatu daerah
tujuan wisatawan cenderung mengkonsumsi barang-barang lokal sebagai suvenir
yang akan dibawa pulang ke tempat asalnya. Dengan demikian, keberadaan
barang-barang yang merupakan produk lokal yang berbentuk ukiran kayu, kerajinan
tangan khas daerah setempat perlu dikembangkan dan dikemas dengan baik dan
memiliki nilai tambah (added value). Barang-barang yang tidak dikenai bea cukai
(duty-free goods) juga merupakan barang-barang yang sangat disukai oleh para
wisatawan.
g. Pemandu
Wisata
Pemandu wisata atau tour guides juga merupakan
komponen penting lainnya yang perlu diperhatikan, sekaligus diberdayakan dalam
pengembangan sektor pariwisata karena menyangkut dengan aspek pelayanan,
informasi dan sikap keramahtamahan yang diberikan kepada seorang wisatawan.
Pemandu wisata memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis dalam
memberikankesan kepada wisatawan, ibarat seorang penerima tamu di pintu gerbang
rumah. Sebelum tamu menginjak halaman rumah tersebut. Kesan pertama, baik atau
buruk tentang suatu kawasan pariwisata terletak pada kepribadian para
pramuwisata atau guide. Meskipun Demikian, menjadi seorang pramuwisata bukanlah
sebuah pekerjaan yang mudah yang semata-mata hanya mengandal kemampuan
berbahasa asing saja. Namun sebaliknya, untuk menjadi pramuwisata yang
profesional di bidangnya, diperlukan beberapa kriteria utama lainnya yang harus
dimiliki oleh seorang pramuwisata, seperti aspek kepribadian, kemampuan
berkomunikasi (communication skill) dalam bahasa asing, wawasan kepariwisataan,
ilmu pengetahuan, pelayanan dan skill atau teknik memandu.
2.2
Peneliti Terdahulu
Penelitian tentang pengembangan wilayah sudah cukup
banyak dilakukan. Beberapa di antaranya, terutama yang sangat berkaitan,
dijadikan sebagai acuan dari penelitian ini. Hasil penelitian Alkadri (Kornita, 2004:24) mengungkapkan
bahwa dengan metode location quotient (LQ) menggunakan variabel
persentase distribusi sektor ekonomi dalam Produk Domestic Regional Bruto
(PDRB) berdasarkan harga konstan 1993 selama 5 (lima) tahun (periode
1994-1999), terdapat potensi yang berbeda di antara 4 (empat) kecamatan yang
menjadi objek penelitiannya di Kota Pontianak. Didapatkan bahwa struktur
perekonomian Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Utara dikuasai
oleh sektor Jasa-jasa, Kecamatan Pontianak Timur dikuasai oleh sektor bangunan,
sedangkan Kecamatan Pontianak Barat andal dan didominasi oleh sektor
pengangkutan dan komunikasi.
Penelitian Syafrizal
(1984) tentang aktivitas-aktivitas basis pada empat wilayah pembangunan utama
yang ada di Indonesia dalam rangka menyusun pola kebijakan pembangunan wilayah
dengan metode kuosien lokasi (LQ) menyimpulkan bahwa seyogyanya aktivitas yang
dikembangkan adalah pertanian terutama tanaman pangan dan perkebunan, serta
penambangan dan galian sebagai sektor basis pada wilayah pembangunan A, industri dan jasa pada wilayah
pembangunan B, perdagangan dan industri
pada wilayah pembangunan C, dan
pertanian pada wilayah pembangunan D.
Potensi yang berbeda
antardaerah akan turut menentukan strategi dan kebijakan pemerintah dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerahnya. Di sini, pemerintah
berupaya agar setiap masyarakat baik di daerah pedesaan maupun perkotaan dapat hidup
dalam tingkat kesejahteraan yang setara melalui optimalisasi pengembangan
potensi yang berbeda-beda tersebut. Namun kenyataan menunjukkan bahwa terdapat
kesenjangan tingkat kesejahteraan antara masyarakat desa dengan masyarakat
kota. Hal ini mendorong perlunya melaksanakan kebijakan pembangunan wilayah
yang saling menunjang antara daerah pedesaan dan perkotaan.
Dalam konteks di atas,
penelitian Kasri (1990) yang menganalisis peranan perwilayahan pembangunan dan
pusat pengembangan di Provinsi Sumatera Barat, memperlihatkan bahwa kebijakan
perwilayahan pembangunan dapat dikatakan berhasil jika ditunjang oleh
kebijakan-kebijakan dan program-program yang saling menunjang di antara
daerah-daerah yang berada dalam wilayah tersebut. Penelitian Kasri didukung oleh
penelitian Kornita (2004) dengan lebih memfokuskan penelitian pada konsep
‘sinergi antar daerah’ dalam pembangunan wilayah. Menurutnya, meskipun
interaksi antarkabupaten/kota di Provinsi Riau sudah ada, namun sinergi
pembangunan antardaerahnya baru sebatas wacana dan konsep pada level
pemerintahan kabupaten/kota. Dengan mengidentifikasi potensi Kabupaten Kampar
dengan Kota Pekanbaru, ditemukan Kornita bahwa sektor basis ekonomi yang
menjadi arena sinergi kebijakan pembangunan daerah antara kedua daerah ini
ialah sinergi sektor pertanian di Kabupaten kampar dengan sektor perdagangan di
Kota Pekanbaru.
Sementara itu, sejumlah
penelitian lainnya mengkaitkan upaya dan kebijakan pembangunan dalam rangka
pertumbuhan dan pemeratan pembangunan dengan upaya dan kebijakan pengembangan
tata ruang dan ekonomi wilayah. Karseno (1990) dalam penelitiannya tentang
pengkajian pusat-pusat pelayanan di wilayah Pasaman Barat Provinsi Sumatera
Barat, mengungkapkan bahwa struktur dan
organisasi tata ruang wilayah pedesaan telah berperan besar terhadap penyebaran
dan pengadaan fasilitas pelayanan pedesaan. Penelitian Zul Azhar (1997) di Kota
Padang yang menganalisis ukuran kota optimal sebagai strategi perencanaan
pengembangan kota memperlihatkan bahwa ukuran Kota Padang saat ini belum
optimal sehingga perlu ditempuh kebijakan tentang pengembangan tata ruang dan
ekonomi. Sedangkan Sidin (1991) yang meneliti kebijaksanaan kota-kota kedua dan
wilayah pengaruhnya di Provinsi Sumatera Barat, menemukan bahwa Kota
Bukittinggi dan Solok ditetapkan sebagai kota kedua karena memiliki berbagai
keunggulan komparatif dibandingkan kota lainnya di Sumatera Barat.
Hasil penelitian Rinaldi
(2004) tentang penentuan lokasi optimal
pusat pemerintahan, pusat pelayanan, dan pengembangan kawasan sekitarnya bagi
Kabupaten Solok Selatan sebagai sebuah kabupaten baru hasil pemekaran,
terungkap bahwa Kecamatan Sangir dengan ibukota Lubuk Gadang merupakan lokasi
yang paling tepat menjadi ibukota Kabupaten Solok Selatan, karena memiliki
tingkat perkembangan wilayah, tingkat pelayanan dan aksesibilitas yang lebih
tinggi potensinya dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Dari sejumlah penelitian
yang telah dilaksanakan di atas,
dipahami bahwa pengembangan wilayah diimplementasikan secara terpisah
antara identifikasi potensi ekonomi wilayah/subwilayah beserta upaya sinergi
pengembangannya berdasarkan pendekatan teori basis di satu sisi dengan
peran/fungsi perwilayahan pembangunan serta analisis pusat pengembangan dan
pelayanan berdasarkan pendekatan kutub/pusat pertumbuhan dan teori tempat
sentral di lain sisi. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya,
penelitian ini mencoba mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut untuk
menemukan suatu rumusan strategi pengembangan wilayah yang paling optimal dan
bersinergi bagi Kabupaten Dharmasraya di masa yang akan datang.
Secara singkat,
penelitian ini diharapkan menjadi salah satu kajian teoretik dalam merencanakan pembangunan wilayah yang
lebih akomodatif dengan dukungan daya
tarik lokasi dan ketersediaan fasilitas
layanan ibukota kabupaten sesuai dengan karakteristik daerah dan sektor
ekonomi basis yang dimiliki.
2.3
Definisi
Operasional
Lucky Club Casino Site - Lucky Club Casino UK
BalasHapusLucky Club Casino is an online casino powered by Microgaming powered by luckyclub Microgaming software. Register your account. Enjoy all the thrill of winning real money